Kolam Sampuraga


Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Padang Bolak, hiduplah di sebuah gubuk reot seorang janda tua dengan seorang anak lelakinya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka tetap saling menyayangi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari, mereka tiap hari bekerja sebagai tenaga upahan di ladang milik orang lain walaupun menurut sumber lain, mereka bekerja di peternakan sebagai tenaga upahan. Keduanya sangat rajin bekerja & jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka.

Pada suatu siang, Sampuraga bersama majikannya beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang setelah bekerja sejak pagi. Sambil menikmati makan siang, mereka berbincang dalam suasana akrab. Seakan tidak ada jarak antara majikan - buruh.

Majikannya menyarankannya untuk pergi ke sebuah negri yang sangat subur & penduduknya hidup makmur. Negri yang majikannya maksud bernama Mandailing. Di sana, rata - rata penduduknya memiliki sawah & ladang. Mereka juga sangat mudah mendapatkan uang dengan cara mendulang emas di sungai karna tanah di sana memiliki kandungan emas. Keterangan sang majikan itu melambungkan impian Sampuraga. Sebenarnya, Sampuraga sudah lama bercita - cita ingin pergi merantau untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Ia ingin membahagiakan Ibunya dengan sungguh - sungguh. Sepulang dari bekerja di ladang majikannya, ia kemudian mengutarakan keinginannya tersebut kepada Ibunya. Setelah mendapat doa restu dari Ibunya, ia pun segera mempersiapkan segala sesuatunya. Keesokan harinya, ia berpamitan kepada ibunya.

Sebelum meninggalkan gubuk reotnya, ia mencium tangan sang Ibu yang sangat disayanginya itu. Suasana haru pun menyelimuti hati Ibu & anak yang akan berpisah itu. Tak terasa, air mata keluar dari kelopak mata sang Ibu. Sampuraga pun tidak bisa membendung air matanya. Ia kemudian merangkul ibunya, sang Ibu pun membalasnya dengan pelukan yang erat.

Setelah itu, berangkatlah ia meninggalkan Ibunya seorang diri. Berhari - hari sudah Sampuraga berjalan kaki menyusuri hutan belantara & melawati beberapa perkampungan. Suatu hari, sampailah ia di kota Kerajaan Pidoli, Mandailing. Namun, sumber lain menyatakan bahwa nama Kerajaan itu adalah Pidelhi. Ia sangat terpesona melihat negri itu. Penduduknya ramah, masing - masing mempunyai rumah dengan bangunan yang indah beratapkan ijuk. Sebuah istana berdiri megah di tengah keramaian kota. Candi yang terbuat dari batu bata terdapat di setiap sudut kota. Semua itu menandakan bahwa penduduk di negri itu hidup makmur & sejahtera.

Di kota itu, ia mencoba melamar pekerjaan. Bahkan ada sumber lain yang menyatakan bahwa ia melanjutkan perjalanan hingga ke Kerajaan Silancang di Desa Sirambas yang di pimpin oleh Raja Silanjang. Lamaran pertamanya pun langsung di terima. Ia bekerja pada seorang pedagang yang kaya. Sang majikan sangat percaya kepadanya karna ia sangat rajin bekerja & jujur. Sudah berapa kali sang majikan menguji kejujurannya, ternyata ia memang pemuda yang sangat jujur. Oleh karna itu, sang majikan ingin memberinya modal untuk membuka usaha sendiri. Dalam waktu singkat, usaha dagangnya berkembang dengan pesat. Keuntungan yang di perolehnya ia tabung untuk menambah modalnya, hingga usahanya makin lama makin maju. Tak lama kemudian, ia pun terkenal sebagai pengusaha muda yang kaya.

Sang majikan sangat senang melihat keberhasilannya. Sang majikan berkeinginan menikahkannya dengan putri sang majikan yang terkenal paling cantik di wilayah kerajaan Pidoli walaupun menurut sumber lain, Raja Silanjang yang ingin menikahkannya dengan sang Putri.

Pernikahan mereka di selenggarakan secara besar - besaran sesuai adat Mandailing. Persiapan mulai di lakukan satu bulan sebelum acara tersebut di selenggarakan. Puluhan ekor kerbau & kambing yang akan di sembelih di sediakan. Gondang Sambilan & Gondang Boru yang terbaik juga telah di persiapkan untuk menghibur para undangan.

Berita tentang pesta pernikahan yang meriah itu telah tersiar sampai ke pelosok daerah. Seluruh warga telah mengetahui berita itu, termasuk Ibunya. Ibunya hampir tidak percaya jika ia akan menikah dengan seorang gadis bangsawan, putri seorang pedagang yang kaya.

Walaupun masih ada keraguan dalam hati Ibunya, Ibunya ingin memastikan berita yang telah di terimanya. Setelah mempersiapkan bekal secukupnya, berangkatlah ia ke negeri Mandailing dengan berjalan kaki untuk menyaksikan pernikahannya. Setiba Ibunya di wilayah kerajaan Pidoli, tampaklah sebuah keramaian & terdengar pula suara Gondang Sambilan bertalu - talu. Dengan langkah terseok - seok, Ibunya mendekati keramaian. Alangkah terkejutnya, ketika Ibunya melihatnya sedang duduk bersanding dengan seorang putri yang cantik jelita.

Oleh karna rindu yang sangat mendalam, Ibunya tidak bisa menahan diri. Tiba - tiba Ibunya berteriak memanggil namanya.

Ia sangat terkejut mendengar suara yang sudah tidak asing di telinganya. Beberapa saat kemudian, tiba - tiba Ibunya berlari mendekatinya.

Ia yang sedang duduk bersanding dengan istrinya, bagai di sambar petir. Wajahnya tiba - tiba berubah menjadi merah membara, seakan terbakar api. Ia sangat malu pada para undangan yang hadir, karna Ibunya tiba - tiba mengakuinya sebagai anak.

Hatinya benar - benar sudah tertutup. Ia tega sekali mengingkari & mengusir Ibu kandungnya sendiri. Semua undangan yang menyaksikan kejadian itu menjadi terharu. Namun, tak seorang pun yang berani menengahinya.

Ibunya kemudian di seret oleh 2 orang sewaannya untuk meninggalkan pesta itu.

Seketika itu juga, tiba - tiba langit di selimuti awan tebal & hitam. Petir menyambar bersahutan. Tak lama kemudian, hujan deras pun turun di ikuti suara guntur yang menggelegar seakan memecah gendang telinga. Seluruh penduduk yang hadir dalam pesta berlarian menyelamatkan diri, sementara ibunya menghilang entah ke mana. Dalam waktu singkat, tempat penyelenggaraan pesta itu tenggelam seketika. Tak seorang pun penduduk yang selamat, termasuk ia & istrinya.

Beberapa hari kemudian, tempat itu telah berubah menjadi kolam air yang sangat panas. Di sekitarnya terdapat beberapa batu kapur berukuran besar yang bentuknya menyerupai kerbau. Selain itu, juga terdapat 2 unggukan tanah berpasir & lumpur warna yang bentuknya menyerupai bahan makanan. Penduduk setempat menganggap bahwa semua itu adalah penjelmaan dari upacara pernikahannya yang terkena kutukan. Oleh masyarakat setempat, tempat itu kemudian di beri nama Kolam Sampuraga.

Sumber :

0 Response to "Kolam Sampuraga"

Posting Komentar