Pendidikan Karakter

PERAN KELUARGA
DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

I.     PENDAHULUAN
Keluarga merupakan pilar pertama yang dapat membangun pendidikan. Sebab, lingkungan pertama yang dikenal oleh anak adalah keluarga. Pendidikan yang dilakukan oleh keluargamemegang peranan pentingdalam pembentukan karakter seseorang.Keluarga merupakan pendidik moral yang utama bagi anak. Orang tua adalah guru moral pertama anak-anak, pemberi pengaruh yang paling besar dan dapat bertahan lama. Sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam keluarga. Orang tua memiliki andil dalam mendampingi dan  mengarahkan anaknya kearah yang baik. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter.
Hubungan orang tua dan anak juga mengandung signifikansi emosional khusus, yang bisa menyebabkan anak-anak merasa dicintai dan berharga atau sebaliknya merasa tidak dicintai dan tidak berharga. Orang tua berada pada posisi sebagai pengajar moralitas yang merupakan bagian dari pendangan dunia yang lebih luas yang menawarkan sebuah visi kehidupan dan alasan utama untuk menjalani kehidupan yang bermoral. Pengaruh kekuatan pengasuhan orang tua sangatlah kuat terhadap keberhasilan karakter anak dalam keluarga. Seberapa baik orang tua mengajarkan anak-anak mereka menghormati orang yang memiliki otoritas juga memengaruhi pembentukan fondasi pertumbuhan moral mereka di masa depan.
Peran orang tua dalam mendidik dan menanamkan karakter pada anak sangat menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, dalam karya tulis ini penulis akan menguraikan lebih lanjut mengenai peran orang tua dalam pendidikan karakter yang meliputi : keluarga sebagai fondasi pendidikan karakter anak, aspek-aspek penting dalam pendidikan karakter anak, serta pola asuh orang tua.

II.     PEMBAHASAN
A.       Keluarga Sebagai FondasiPendidikan Karakter Anak
Keluarga merupakan fondasimasyarakat, jika keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat tersebut lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Keluarga berfungsi sebagai sarana mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera. Kegagalan dalam mendidik dan membina anak di keluargamengakibatkan sulitnya bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Keluarga merupakan tempatpertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.  Dalam sebuah keluarga, tentunya yang sangat berperan adalah orang tua dalam mendidik anak. Yang harus dilakukan orang tua sebagai sebuah keluarga yang ideal dalam mendidik dan mengembangkan potensi anak-anaknya , yaitu :
1.    Memahami makna mendidik.
Sebagai orang tua harus memahami apa makna dari mendidik sehingga tidak berpendapat bahwa mendidik adalah melarang atau memerintah anak. Tetapi harus dipahami bahwa mendidik adalah proses memberi pengertian atau pemaknaan kepada anak agar anak dapat memahami lingkungan sekitarnya dan dapat mengembangkan dirinya secara bertanggung jawab. Proses memberi pengertian atau pemaknaan ini dapat melalui komunikasi maupun teladan atau tindakan, contohnya : jika orang tua menginginkan anak-anaknya rajin beribadah maka orang tua harus juga rajin beribadah juga, sehingga aktivitas itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat beragama jika kedua orang tuanya sering berbuat menyimpang. Orang tua beretika atau orang tua menciptakan komunikasi dengan si anak yang dialogis dengan penuh keterbukaan, kejujuran dan ketulusan. Apabila kita mengedepankan sikap memerintah atau melarang maka langsung ataupun tidak akan berdampak pada sikap anak yang bergaya otoriter dan mau menang sendiri.
2.    Hindari mengancam, membujuk atau menjanjikan hadiah
Dalam mendidik anak jangan memakai cara membujuk dengan menjanjikan hadiah karena hal ini akan melahirkan ketergantungan anak terhadap sesuatu hal baru dia melakukan sesuatu. Hal ini akan mematikan motivasi, kreatifitas, insiatif dan pengertian serta kemandirian mereka terhadap hal-hal yang harus dia kerjakan.
3.    Hindari sikap otoriter, acuh tak acuh, memanjakan dan selalu khawatir
Seorang anak akan dapat mandiri apabila dia punya ruang dan waktu baginya untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan dan rasa percaya diri yang dimilikinya. Ini harus menjadi perhatian bersama karena hal tersebut dapat muncul dari sikap orang tuanya sendiri yang sadar atau tidak sadar ditampakkan pada saat interaksi terjadi antara ayah dan ibu dengan anak. Sehingga anak-anak akan termotivasi untuk mengaktualisasika potensi yang ada pada dirinya tanpa adanya tekanan atau ketakutan.
4.    Memahami bahasa non verbal
Memarahi anak yang melakukan kesalahan adalah sesuatu yang tidak efektif melainkan kita harus mendalami apa penyebab si anak melakukan kesalahan dan memahami perasaan si anak. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahasa non verbal sebagai suatu upaya efektif untuk memahami masalah dan perasaan si anak. Bahasa non verbal adalah dengan memberi sentuhan, pelukan, menatap, memberi senyuman manis atau meletakkan tangan di bahu untuk menenangkan si anak, sehingga si anak merasa nyaman untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau perasaannya.
5.    Membantu anak memecahkan persoalan secara bersama.
Pada kondisi tertentu dibutuhkan keterlibatan kita sebagai orang tua untuk memecahkan masalah yang dihadapi si anak. Dalam hal membantu anak memecahkan persoalan anak, kita harus melakukannya dengan tetap menjunjung tinggi kemandiriannya.
6.    Menjaga keharmonisan dalam keluarga.
Orang tua yaitu ayah dan ibu sering bertengkar dan berselisih bahkan melakukan kekerasan di depan anak-anaknya, sehingga anak-anak mencontoh dengan bertindak tidak menghargai teman sebayanya atau melakukan kekerasan pula pada temannya. Maka, seharusnya sebagai orang tua yang baik haruslah menjaga keharmonisan dalam keluarganya agar tercipta suasana yang harmonis pula.

B.       Aspek-aspek Penting dalam Pendidikan Karakter Anak
Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Dalam pendidikan karakter anak terdapat aspek-aspek penting yang harus dipenuhi. Ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu meliputi :maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental.
1.      Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya. Dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu dan anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasakelak. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu dan anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak.
2.      Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi anak. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak.
3.      Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya yang berusia usia di bawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.

C.       Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh merupakan hal yang fundamental dalam pembentukan karakter. Dalam keluarga, umumnya anak-anak tidak mengembangkan sifat-sifat dengan sendirinya, tetapi orang tua memiliki andil dalam mengarahkan anak. Teladan sikap orang tua sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak karena anak melakukan modeling dan imitasi dari lingkungan terdekatnya. Keterbukaan antara orang tua dan anak menjadi hal penting agar dapat menghindarkan anak dari pengaruh negatif yang ada di luar lingkungan keluarga.
Orang tua berkewajiban untuk memberikan contoh atau teladan, memberitahu dan atau mengingatkan, mengajar, membiasakan, berperan serta atau terlibat dan memberikan wewenang dan tanggung jawab pada anak. Pola asuh orang tua menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak dalam keluarga. Pola asuh orang tua dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
·      Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orangtua dan anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan “si otoriter” (orang tua) dengan “si patuh” (anak). Sering kita temui ada keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, dan orang tua yang otoriter akan cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah. Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. Ciri-ciri pola asuh otoriter, yaitu :
a.    Kekuasaan orangtua dominan.
b.    Anak tidak diakui sebagai pribadi.
c.    Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat.
d.   Orangtua menghukum anak jika anak tidak patuh.
·      Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis cenderung mendorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri. Orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab. Dimana orang tua selalu mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia inginkan. Pola asuh demokratis mempunyai ciri :
a.    Ada kerjasama antara orangtua dananak.
b.    Anak diakui sebagai pribadi.
c.    Ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua.
d.   Ada kontrol dari orangtua yang tidak kaku.
·      Pola asuh permisif
Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebesan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak. Bagaimana pun anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah.Ciri-ciri pola asuh permisif, yaitu:
a.    Dominasi pada anak.
b.    Sikap longgar atau kebebasan dari orangtua.
c.    Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua.
d.   Kontrol dan perhatian orangtua sangat kurang.

Sebagian orang tua berharap terlalu banyak pada anaknya sehingga terkesan bersikap “otoriter” dan berdampak pada banyaknya kasus anak yang menjadi korban ambisi orang tuanya. Tentunya hal ini membuat anak menjadi tertekan secara psikologis dan terhambat perkembangannya. Pada dasarnya memang setiap orang tua mempunyai niat dan maksud yang baik untuk anak-anaknya. Namun barangkali cara atau metodenya yang digunakan perlu dievaluasi. Sikap orang tua yang permisif juga tidak dibenarkan. Memberi kebebasan yang berlebihan akan membuat anak menjadi salah arah atau dapat dikatakan kebablasan. Orang tua tetap perlu mendampingi dan mengarahkan anak.
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.
Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar tentang banyak hal, termasuk karakter. Pola asuh otoriter yang cenderung menuntut anak untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua dan pola asuh permisif yang cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat sangat berbeda dampaknya dengan pola asuh demokratis yang cenderung mendorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri. Artinya, jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh lingkungan keluarganya.
Pola asuh demokratis tampak lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak. Orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab. Sementara, orangtua yang otoriter merugikan, karena anak tidak mandiri, kurang tanggungjawab serta agresif, sedangkan orangtua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyesuaikan diri di luar rumah.
Pola asuh orang tua, baik yang menerima atau yang menolak anaknya, akan mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosial-kognitif, dan kesehatan fungsi psikologisnya ketika dewasa kelak. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan anak yang diterima adalah anak yang diberikan kasih sayang, baik secara verbal (diberikan kata-kata cinta dan kasih sayang, kata-kata yang membesarkan hati, dorongan, dan pujian), maupun secara fisik (diberi ciuman, elusan di kepala, pelukan, dan kontak mata yang mesra). Sementara, anak yang ditolak adalah anak yang mendapat perilaku agresif orang tua, baik secara verbal (kata-kata kasar, sindiran negatif, bentakan, dan kata-kata lainnya yang dapat mengecilkan hati), ataupun secara fisik (memukul, mencubit, atau menampar). Sifat penolakan orang tua dapat juga bersifat indifeerence atau neglect, yaitu sifat yang tidak mempedulikan kebutuhan anak baik fisik maupun batin, atau bersifat undifferentiated rejection, yaitu sifat penolakan yang tidak terlalu tegas terlihat, tetapi anak merasa tidak dicintai dan diterima oleh orang tua, walaupun orang tua tidak merasa demikian.
Polaasuh orang tua yang menerima membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi dukungan oleh orang tuanya. Pola asuh ini sangat kondusif mendukung pembentukan kepribadian yang pro-sosial, percaya diri, dan mandiri namun sangat peduli dengan lingkungannya. Sementara itu, pola asuh yang menolak dapat membuat anak merasa tidak diterima, tidak disayang, dikecilkan, bahkan dibenci oleh orang tuanya.Anak-anak yang mengalami penolakan dari orang tuanya akan menjadi pribadi yang tidak mandiri, atau kelihatan mandiri tetapi tidak mempedulikan orang lain. Selain itu anak ini akan cepat tersinggung, dan berpandangan negatif terhadap orang lain dan terhadap kehidupannya, bersikap sangat agresif kepada orang lain, atau merasa minder dan tidak merasa dirinya berharga.
Terdapatbeberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu :
o  Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik.
o  Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya.
o  Bersikap kasar secara verbal, misainya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar.
o  Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya.
o  Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini.
o  Tidak menanamkan karakter baikkepada anak. Dampak yang ditimbulkan dari salah asuh seperti di atas, akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah.
o  Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Ketika dewasa ia akan menolak dukungan, simpati, cinta dan respons positif lainnya dari orang di sekitarnya. la kelihatan sangat mandiri, tetapi tidak hangat dan tidak disenangi oleh orang lain.
o  Secara emosiol tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain.
o  Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik.
o  Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna.
o  Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.
o  Ketidakstabilan emosional, yaitu tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah marah, dan sifat yang tidak dapat dipreaiksi oleh orang lain.
o  Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. Dampak negatif lainnya dapat berupa mogok belajar, dan bahkan dapat memicu kenakalan remaja, tawuran, dan lainnya.
o  Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuannya sebagai ”role model” Anak akan lebih percaya kepada ”peer group”nya sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan negatif.(http://himcyoo.files.wordpress.com/ 2012/03/8-pendidikan-karakter-teori-dan-aplikasi.pdf)

III.     Kesimpulan
Pendidikan karakter seharusnya tidak hanya dilakukan di sekolah saja, tetapi juga harus di lakukan di lingkungan keluarga. Oleh sebab itu, peran maksimal orang tua di rumah untuk menanamkan nilai-nilai luhur sangat penting agar seorang anak menjadi siswa atau mahasiswa yang berkarakter. Keluarga merupakan tempat utama anak-anak yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan karakter positif. Pembentukan karakter positif dapat dikembangkan melalui keteladanan, pembiasaan nilai-nilai, baik nilai sosial maupun agama yang diinternalisasikan melalui interaksi sosial. Karakter yang telah terbentuk diharapkan kelak dapat mengakar kuat dan menjadi prinsip hidup dalam kehidupan anak.
 Dalam hal ini, orang tua sebagai penanggung jawab utama dalam proses pembentukan karakter anak. Orang tua hendaknya dapat menjadi teladan yang baik pada anak karena sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam keluarga. Teladan dan pembiasaan yang baik menjadi langkah fundamental dalam pendidikan karakter. Pola asuh orang tau memiliki kekuatan tersendiri terhadap pembentukan karakter anak. Seberapa baik orang tua mengajarkan anak-anak mereka menghormati orang yang memiliki otoritas juga memengaruhi pembentukan fondasi pertumbuhan moral mereka kelak.




DAFTAR PUSTAKA


Buku :
Koesoema A, Doni. 2011. Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta : Grasindo.
Lickona, Thomas. Mendidik Untuk Menilai dan Pembentukan Karakter.
Salirawati, Das. 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jurnal :
Muthmainnah. Kontribusi Pola Asuh Orang Tua dalam Pendidikan Karakter. (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Muthmainnah/Kontribusi%20Orang%20Tua%20(DIKLUS).pdf, diunduh pada Kamis, 29 Mei 2014 )

Internet :
http://www.uinjkt.ac.id/index.php/arsip-berita-utama/1950-peran-orang-tua-penting-dalam-pendidikan-karakter.html, diakses pada Kamis, 29 Mei 2014.
http://himcyoo.files.wordpress.com/2012/03/8-pendidikan-karakter-teori-dan-aplikasi.pdf, diakses pada Jumat 30 Mei 2014.


0 Response to "Pendidikan Karakter"

Posting Komentar